Demokrasi dalam Perspektif Maqosidussyari’ah

Dalam rangka menyongsong satu abad Nahdlatul Ulama’, Pengurus Besar Nahdlotul Ulama (PBNU) mengadakan Halaqoh Fikih Peradaban di 250 Pesantren. Ponpes Balekambang adalah salah satu Pondok pesantren yang diberikan kepercayaan oleh PBNU dalam melaksanakan Halaqoh Fikih Peradaban tersebut dengan mengusung tema “Negara Demokrasi dalam Perspektif Syari’at Islam.

Adapun Narasumber yang dihadrikan dalam kegiatan halaqoh tersebut adalah Mustasyar PBNU sekaligus Rektor STAI Al Anwar Sarang Rembang Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun, MA., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Rumadi Ahmad, Wakil Katib PBNU Jawa Tengah Dr. KH. Nasrulloh Afandi, MA.

Dalam sambutannya K. Nurdin Lubis, M.Hum. selaku wakil dari pengasuh pondok pesantren Balekambang menyampaikan tema ini dipilih karena meskipun demokrasi bukanlah sesuatu yang baru namun isu tentang demokrasi sering menjadi perdebatan ditengah – tengah masyarakat, terutama yang tidak setuju dengan wujudnya demokrasi dan mengkaitan dengan syari’at Islam.

“Diharapkan tema yang diusung ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat luas bahwa demokrasi adalah bagian dari syari’at islam yang harus diimplementasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.” Tutur beliau.

Mengutip sambutan dari Ketua PBNU, KH. Yahya Kholil Tsaquf pada Halaqoh perdana yang dilaksanakan di Pondok pesantren Krapyak, beliau menegaskan bahwa Halaqoh Fiqih peradaban ini memang dilaksankan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pengkontekstualisasian fikih diera modern, karena Syari’at Islam berkembang secara dinamis.

Pada sesi Halaqoh yang dimoderatori oleh Bapak KH. Dr. Zulham MA, beliau meberikan apersepsi kepada para peserta dengan pertanyaan Apakah Islam Mengajarkan demokrasi? Hal ini menjadi diskusi yang menarik yang dibahas secara detail oleh para narasumber.

Pada Sesi Pertama Halaqoh diisi oleh DR. KH. Nasrulloh Afandi, MA. yang membahas Demokrasi dari perspektif Maqosidussyari’ah. Beliau memaparkan bahwa demokrasi bukanlah sesuatu hal yang baru, namun sudah diajarkan oleh Rosulluloh.

Hal tersebut tampak jelas dalam salah satu hadis yang terdapat dalam Kitab Shohih Muslim, Bahwa sebelum Rosul memimpim perang badar rosul mengajak para sahabat untuk bermusyawaroh dan menyusun stategi, dan masih banyak sekali hadist yang mengisyarohkan tentang pentingnya demokrasi. Meskipun Rosul Tidak menyebutkan secara tersurat kalimat demokrasi namun dari tinjauan maqosid syari’ah Rosul mengajarkan musyawaroh dalam segala urusan, tidak otoriter, mendengarkan saran dan pendapat dari kalangan sahabat.

KH. Nasrulloh juga memaparkan tentang pendapat para ulama’ timur tengah yang mendifinisikan tentang demokrasi diantara Imam Ibnu Qoyyim, Syekh Ilali Alfasy, Syeh Tharir dan ulama lainnya. Pada Kesimpulan yang dipaparkan Demokrasi sama sekali tidak bertentanggan dengan syari’at Islam, karena jelas dalam tinjauan Maqosidus Syari’ah dalam demokrasi mengajarkan tentang Dloruriyyatun Khomsah baik Hifdzun Nafsi, Hifdzul mal, dan lainnya. (ma-ww)